Visi, Misi dan Tujuan |
Submit | 28 . November . 2007 | |
|
|
|
Seiring dengan langkah?langkah penataan kelembagaan dimulai pula penaataan kinerja dan manajemen pengelolaan organisasi agar dapat diusahakan berfungsi secara optimal. Dalam upaya memberikan arah, motivasi dan kekuatan gerak langkah segenap civitas akademika, STAI Almaarif perlu memiliki visi dan misi sebagai pedoman dasar dalam melakukan tugasnya masing-masing. Pada tahun pertama yang menjadi titik perhatian adalah menumbuhkan etos dan semangat kerja bersama dengan melakukan pembenahan (reformasi) aspek administrasi dan manajemen yang menyangkut man, money and material. Hal ini dipandang penting mengingat perasaan apatis, frustasi dan hilangnya semangat hidup akibat situasi tidak menentu yang berlangsung lebih dari 5 tahun. Oleh karena itu langkah-langkah pemberdayaan dengan mencari jati diri sebagai lembaga yang mandiri harus dicanangkan dalam visi, misi dan rencana strategis untuk dijadikan pedoman. Visi Misi
Tujuan:
|
Jumat, 26 Juni 2009
Profil
Kamis, 25 Juni 2009
Jadilah Mahasiswa yang sukses
Tips Menjadi Mahasiswa Sukses |
Anda mahasiswa yang luntang-luntung kurang kerjaan? Sudah mulai mual ndengerin kuliah pak dosen? Mulai bete dengan suasana kos-kosan? Apalagi teman dekat sudah mulai pindah kos karena nggak tahan anda utangin terus hehehe. Pingin teriak sekeras-kerasnya tapi takut ditimpukin tetangga? Atau dulu punya mimpi pingin ikut mbangun republik tercinta, tapi jangankan itu, mbangun diri sendiri saja susah bo :) Apa salah jurusan yah? Padahal dulu dah baca-baca tulisan tips dan trik memilih jurusan. Bingung karena nggak dapat apa-apa di universitas. Jadi makin terseok-seok dan tanpa ruh kalau baca tulisan tentang jenis mahasiswa. Hmmm … coba deh ikuti tulisan ini, siapa tahu ada tips yang cocok dan bisa bikin semangat bangkit. 1. Bangun tidur, berdiri di depan kaca, ucapkan bahwa andalah yang terbaik di kos-kosan ini (Ya soalnya anda sendirian sekarang :D ) Kalau anda merasa itu kurang, ucapkan bahwa andalah yang terbaik di kelas anda atau terganteng di kampus anda. Yakinilah bahwa anda adalah manusia pilihan, paling tidak terpilih sebagai wakil desa anda yang bisa kuliah di universitas ini. Atau kalau lebih pede lagi, bilang bahwa andalah makhluk terbaik di muka bumi, ya memang benar, paling tidak dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan :P 2. Mandi yang bersih, sisir dan rapikan rambut anda. Ambil handphone, bikin senyuman paling manis, foto wajah anda. Ulangi lagi kalau masih kurang enak dilihat. Kalau sampai 10 kali jepretan masih juga kurang enak di lihat, ambil secara acak saja. Mungkin wajah anda memang tidak terlalu enak dilihat :) 3. Nyalakan komputer, akses internet, nggak usah ke mana-mana, langsung saja buka http://wordpress.com. Buat account blog di sana. 4. Renungi hidup anda, ingat-ingat lagi perjalanan hidup dari kecil sampai sekarang dan apa yang telah anda lakukan. Masuk ke menu administrasi http://wordpress.com, klik Write->Page. Buat tulisan dengan judul About Me, tuliskan resume, kisah hidup dan Curriculum Vitae (CV) anda. Tuliskan “apa saja†seluruh kegiatan anda di sana. Dari lahir, SD, SMP, SMA dan kuliah. Pernah jadi ketua OSIS, sekretaris, bendahara atau pesuruh OSIS? Atau pernah ikutan nyembelih kambing kurban, pernah jadi penjaga masjid, pernah bikin workshop komputer, pernah menang lomba balap karung, cerdas cermat atau lomba gambar di kampung. Tulis semuanya. Kerahkan seluruh ingatan anda, anggap saja nostalgia. Sekali lagi, tulis semua, apapun yang anda lalui di “Page†berjudul About Me tadi. Sudah puas? Klik “Publish“. Kalau ada yang kurang tambahi lagi, kalau merasa halaman itu nggak cukup dan harus tulis dalam OO Writer atau MS Word, copy and paste saja draft tadi. Jangan lupa convert ke PDF dan upload di halaman About Me. Perbaiki terus CV anda setiap ada kegiatan yang anda lakukan, sekecil apapun. Beri juga skrinsyuut kalau diperlukan. Oh ya, foto manis anda tadi jangan lupa dipasang di halaman About Me, kalau pingin contoh, termasuk gimana nempatan CV versi PDF cek di sini deh :) 5. Sekarang ayok berdiri, jalan ke meja belajar anda. Kenangi kehidupan kampus anda, senangnya ketika diterima di universitas ini, semangatnya ikutan ospek (atau apa ya namanya sekarang?), dosen-dosen anda yang baik dan menyenangkan, nilai mata kuliah anda yang naik turun (yang pasti lebih banyak turunnya ;) ), dan mungkin juga teman-teman mahasiswi anda yang sudah menolak cinta anda :) Kenang semua. Olala, ada kenangan manis disaat anda berjaya dengan satu mata kuliah yang anda senangi, dosennya juga maknyus kalau ngajar, dan anda akhirnya anda mendapatkan berkah nilai A diantara tumpukan nilai C, D dan E. 6. Mata kuliah apa itu ya, yang dulu anda senangi? Cari buku catatan anda, obrak abrik meja belajar untuk nyari buku textbook mata kuliah itu. Ketemu? Oalah anda ternyata jagoan Rekayasa Perangkat Lunak. Ok sekarang lihat lagi tulisan di buku catatan anda yang sudah lusuh. Cocokan dengan buku textbook. Sekarang tulis kenangan anda tentang mata kuliah Rekayasa Perangkat Lunak itu. Jangan tulis yang lain, konsentrasi saja ke satu mata kuliah itu. Tulisan apapun asal berhubungan dengan Rekayasa Perangkat Lunak. Satu topik tulisan cukup 4-6 paragraf saja, jangan kepanjangan. Kalau belum puas, buat lagi topik lain, batasi juga 4-6 paragraf. Nulisnya di Write->Post lho ya, jangan lupa. 7. Kurang bahan? Dulu kayaknya pernah pinjem buku bagus tentang Rekayasa Perangkat Lunak di perpustakaan? Ok, kebetulan dah masuk waktu dhuhur dan makan siang. Jangan lupa mampir dulu untuk sholat dhuhur di masjid samping kos-kosan, dan makan siang di warteg andalan. Ok, genjot sepeda ke kampus, langsung ke perpus. Cari buku kenangan anda tadi. Juga cari banyak berita dan tulisan populer tentang software dan metode pengembangan. Kalau perpus ada internet, balik lagi ke http://wordpress.com anda. Lanjutkan tulisan-tulisan anda. 8. Ops nggak terasa sampai maghrib di perpus. Sholat, makan malam dan pulang. Ingat-ingat deh dulu kayaknya pernah ngerjain Tugas Mandiri berhubungan dengan software? Ok kumpulin file-filenya yuk. Dari mata kuliah apa saja lah, bisa Rekayasa Perangkat Lunak, Dasar Pemrograman, Pemrograman berorientasi Obyek, atau apapun. Kalau ada program yang dulu dibuat juga kumpulin. Dibahas saja program yang pernah dibuat, sekaligus dibagi gratis tuh codenya. Walah bisa jadi satu kategori baru tuh di blog :) 9. Sebelum tidur, baca bismillah, dan ucapkan syukur hari ini anda sudah melakukan kegiatan yang sangat baik dan produktif, kegiatan yang bisa membanggakan orang tua, teman, tetangga, dan dosen anda. Dan Insya Allah bisa menjadi bekal kontribusi anda ke republik tercinta ini. 10. Bangun pagi, nggak usah kebanyakan tidur, anda bukan bayi lagi :) Sholat shubuh dan lanjutkan petualangan hidup anda. 11. Sebelum masuk kuliah baca-baca buku dulu deh, hari ini pak dosen mau ngajari apa, siapa tahu bisa jadi bahan tulisan. Kalau ada waktu pagi bikin resume atau rangkuman bab yang pak dosen akan ajar. Insya Allah saya jamin anda akan masuk ke kelas dengan suasana yang berbeda. Anda tidak lagi tidur. Horeeee! Lho kok bisa, ya soalnya anda jadi pingin konfirmasi ke pak dosen, yang anda pahami dari rangkuman tadi bener nggak. Dan anda akan nyimak karena anda berharap bisa jadi bahan tulisan. Ada kemungkinan anda akan lebih pinter dari pak dosen, karena kadang saking sibuknya ngerjain proyek, pak dosen kadang lupa belajar … hihihi. Kalau ada pertanyaan yang nggak bisa dijawab pak dosen, anda angkat tangan saja, bilang bahwa pernah mengupas tuntas masalah itu, sebutkan URL blog anda. Bantu dosen anda jawablah, siapa tahu malah nanti diminta bantu dosen ngerjain proyek atau malah jadi asisten dosen. Cuman jangan galak-galak sama adik kelas yah, jaman dosen bangga karena nggak ngelulusin mahasiswa sudah kuno. Yang trend sekarang dosen gaul, kayak si broer sang dosen flamboyan (ngajar di semua kampus di jakarta bo) dan mbah IMW dari gundar :) 12. Lanjutkan perdjoeangan. Mudah-mudahan semester ini tumpukan nilai A anda semakin banyak. Dan Insya Allah saya jamin, anda tidak akan kesulitan ngerjain skripsi atau TA di semester akhir. Kok bisa? Ya, anda sudah terbiasa banyak baca dan nulis, ini modal penting bikin skripsi. Logikanya kalau anda banyak nulis, pasti banyak baca tho :) Jangan lupa untuk submit artikel-artikel anda di IlmuKomputer.Com, prosedurnya ada di sini nih. Ini penting karena kabarnya numpang nampang di IlmuKomputer.Com bisa bawa hoki, bisa dapat jodoh, pekerjaan, project atau ketularan gemuk dari foundernya. Yang pasti bisa bantu ningkatin traffic blog anda :) 13. Kalau kebiasaan 1-12 anda lakukan sampai anda lulus, Insya Allah anda tidak akan kesulitan mencari pekerjaan. Justru pekerjaan yang akan mencari anda. Tulisan-tulisan anda di blog sudah di-indeks oleh banyak mesin mencari. Bahkan mungkin kalau orang googling dengan keyword “Rekayasa Perangkat Lunak Indonesia“, yang muncul nomor satu adalah blog anda. Anda nggak perlu bawa CV ke mana-mana karena anda sudah tulis di blog anda. Tentu anda akan semakin surprise kalau ada penerbit yang nawarin membukukan tulisan-tulisan Rekayasa Perangkat Lunak yang anda telateni selama ini. Kesempatan jadi dosen bukan mimpi lagi, lha wong yang nulis bukunya anda je. Wajar tho sekalian ngajar ;) Malah anda mungkin sudah ditokohkan oleh masyarakat Indonesia di bidang Rekayasa Perangkat Lunak? Amiiin. Cuman jangan sombong, sombong itu temannya setan :) 14. Akhirnya, alhamdulillah anda telah sukses melewati kehidupan mahasiswa anda dengan baik. Bukan karena siapa-siapa, tapi karena perdjoeangan anda sendiri, karena tangan anda sendiri, dan tentu saja pertolongan dari yang DIATAS. Jangan lupa, tetap lanjutkan perdjoeangan di kehidupan baru. |
Pesan Buat Para Dosen
Wahai Dosen, Berbicaralah dengan Bahasa Manusia! |
Itulah teriakan para mahasiswa kepada dosennya, yang mungkin nggak pernah tersampaikan, dan saya yakin akan menjadi blunder kalau diungkapkan. Kecuali bagi para mahasiswa yang memiliki kebebasan nilai IPK, kebebasan pola pikir, kebebasan penelitian, kebebasan finansial dan kebebasan ketergantungan serta ketaatan kecuali kepada satu yang Diatas. Mahasiswa pedjoeang yang tetap mau mengatakan kebenaran meskipun itu sangat sulit, pahit dan sakit. Tidak saya rekomendasikan, karena ungkapan semacam "Sensei no jugyo wa sonna naiyo deshitara, i-me-ru de okutta hou ga yoi dewanai deshouka?" (kalau isi kuliahnya kayak gitu, lebih baik kalau anda kirimkan ke saya lewat email saja prof) :) , saya jamin akan membuat nilai kita jadi Fuka alias tidak lulus. Jangan dilakukan, cukup saya yang jadi korban harus mengambil mata kuliah yang sama selama tiga tahun berturut-turut, sampai akhirnya harus puas mendapatkan nilai Ka alias C dari sang Professor. Professorku yang akhirnya jadi sahabatku dan membimbing penelitianku, meskipun tetap tidak bisa menghilangkan cacat nilaiku :D Saya mengajak bapak ibu dosen untuk mencoba memikirkan kembali hakekat kita ngajar. Ngajar mahasiswa mengandung makna besar mendidik dan membina generasi muda kita. Dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, peran mahasiswa selalu tercatat, menjadi garda depan perubahan, kontribusinya sangat besar dan dominan. Mahasiswa adalah anasirut taghyir alias agen perubahan yang akan mewarnai masa depan dan membentuk karakter suatu bangsa. Bayangkan, pendidikan dan pembinaan orang-orang seperti itu diserahkan ke kita, para dosen dan pendidik. Beban berat yang harus kita pikul dan perlu perdjoeangan untuk melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Saya sempat melakukan studi kecil-kecilan, tentang harapan mahasiswa kepada dosennya. Dosen seperti apa yang sebenarnya mereka harapkan. Cukup menakjubkan, bahwa mahasiswa sangat jujur menilai kita. Sebenarnya posting ini adalah satu otokritik kepada diri saya sendiri, karena masih banyak karakter saya yang mungkin tidak diharapkan oleh mahasiswa. Kalau kita simpulkan ada empat karakteristik dosen yang diharapkan mahasiswa, dan jujur saja akan mereformasi dan mengantarkan kita menjadi sosok Dosen 2.0 :)
Untuk para dosen, sekali lagi, anak-anak muda, para pembaharu dan penentu masa depan bangsa ada di depan kita. Kitalah yang menentukan apakah mereka akan menjadi seorang pemimpin besar, mujaddid besar, dan ilmuwan besar, yang akan memperbaiki republik ini. Dan jangan lupa, bahwa bahwa kita jugalah yang akan membuat mereka menjadi penjahat dan koruptor besar yang akan memporak porandakan republik ini. Pilihan ada di tangan kita, para dosen. Untuk para mahasiswa, beri kami kesempatan untuk berbenah dan memperbaiki diri. Insya Allah kami akan berusaha menjadi pembimbing dan pendidik yang baik untuk anda sekalian. Kami tidak menginginkan apapun dari kalian semua, selain harapan supaya mahasiswa tetap komitmen untuk belajar dan berdjoeang keras, serta pantang menyerah. Hentikanlah sikap main-main, selalu jaga karakter serius dan profesional dalam kegiatan berhubungan dengan tugas belajar. Bersikaplah seperti layaknya seorang ksatria dan agen perubahan, yang akan mengantarkan republik ini ke jalan yang lebih baik. Tetap dalam perdjoeangan! |
PENGABDIAN (Renungan Tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi)
Adalah Dr. Latif Wiyata, salah satu tutor pelatihan penulisan naskah ilmiah Dikti, yang menekankan pentingnya seorang dosen mengamalkan Ulasan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Doktor antropologi yang menjadi dosen di Jurusan Sosiologi Universitas Jember tersebut memprihatinkan seorang dosen yang hanya bisa mengajar, tetapi tidak cakap dalam meneliti dan mengabdi kepada masyarakat. Menurutnya, ruh seorang dosen terletak pada tiga tridharma tersebut. Pak Latif berguyon “Jangan jadi dosen yang hanya bisa mengajar, tetapi sangat jarang beraktivitas di luar untuk pengabdian. Kalau pagi ke kampus, sore pulang ke rumah. Begitu saja seterusnya. Meleset dikit jemput anak atau mengantar istri”, ucapnya sambil terkekeh.
Berikutnya, dalam sebuah seminar, saya berkesempatan diskusi dengan salah satu dosen STAIN SAS Babel. Penggalan katanya yang menarik kira-kira begini “Saya itu tidak setuju kalau seorang dosen mengajar terlalu banyak karena akan mematikan produktivitas. Dengan banyak berdiri di kelas, seorang dosen terlalu banyak mensia-siakan umurnya”.
Dua ilustrasi di atas mewakili kaum yang menekankan bahwa menjadi seorang dosen juga berarti menjadi seorang ilmuwan yang produktif menghasilkan karya ilmiah, juga berarti kontributif bagi pengembangan kualitas hidup masyarakat disekitarnya melalui serangkaian pengabdian masyarakat, selain tugas minimal untuk disebut sebagai seorang dosen, yaitu mengajar. Masalahnya, kerapkali masyarakat akademika sangat susah membedakan antara pengabdian masyarakat dengan tugas pribadi. Kerumitan masalahnya akan semakin bertambah jika tidak ada surat penunjukan dari atasan. Mispersepsi ini berdampak pada satu term: ‘kecemburuan sosial’. Sementara dosen A berasumsi membawa nama kampus, pada sisi lain dosen B justru mengatakan bahwa si A membawa misi untuk kepentingan profit pribadi.
Abdi
Suatu kali, saya terlibat perdebatan agak alot dengan salah seorang staf kampus yang menurut saya keliru menafsirkan definisi pengabdian masyarakat. Menurutnya, sebuah pekerjaan non-mengajar dikatakan sebagai pengabdian masyarakat jika dan hanya jika mendapatkan Surat Keputusan/Penunjukkan/Surat Tugas dari Dekan. Lalu saya mencontohkan surat keputusan rektor yang menunjuk saya dalam sebuah kepanitiaan untuk sebuah kegiatan kemitraan dengan lembaga pemerintahan, yang bersangkutan tetap ngotot mengatakan bahwa ini bukan tugas pengabdian, tetapi tugas pribadi karena tidak mendapatkan surat dari dekan. Padahal jelas sekali bobot pekerjaan tersebut membawa misi pengabdian kampus bagi sosialitas masyarakat dan pemerintahan, di samping juga dalam rangka membesarkan kiprah kampus.
Saya kok berpikir bahwa bagi sebagian civitas akademika, pengabdian masyarakat dilihat apakah sebuah pekerjaan dilakukan dengan imbalan atau tidak. Jika tidak memberikan keuntungan bagi yang menjalankan, maka pekerjaannya dapat didefinisikan sebagai bagian dari pengabdian, tetapi jika mendatangkan keuntungan finansial secara pribadi, maka pekerjaan tersebut bukan bagian dari pengabdian masyarakat. Padahal kata ‘abdi’ seharusnya tidak disibukkan dengan perdebatan soal fulus. Sederhananya, jika kita bekerja, konsekuensinya adalah imbalan. Yang repot, jika kita tidak bekerja, tetapi berharap imbalan, jika tidak maka berseliweranlah nuansa kecemburuan sosial. Walah-walah-walah.
Jauh sebelunya, saya sempat termehek-mehek melihat sebuah adegan langka. Seorang mahasiswa ‘aktif’ menghadap dosen yang kebetulan adalah decision maker. Si mahasiswa berkeluh kesah tentang soal aktivitas kemahasiswaan di kampusnya yang dinilai tidak produktif seraya mencontohkan kampus lain yang mahasiswanya sibuk untuk menjadi ‘agen perubahan’. Dosen tersebut dengan entengnya menjawab: ‘Deng lah, tu ukan gawe kita. Tugas kite di kampus ne hanye belajar. Dak usah mikir jauh-jauh” (Sudahlah, itukan bukan kerjaan kita. Tugas kita di kampus ini hanya belajar. Jangan mikir jauh-jauh -red). Jujur saja saya shock. Harusnya dosen yang bersangkutan menawarkan alternatif kegiatan atau malah mengajak mahasiswanya untuk berpikir bersama-sama mengenai agenda yang patut dijadikan mata kegiatan. Saya menyimpulkan bahwa dosen demikian hanya mampu menjalankan fungsi sebagai guru sekolahan yang mengajar siswa untuk tetap patuh pada peraturan normatif, tidak cocok menjadi seorang dosen bagi mahasiswa yang memfungsikan diri sebagai artikulator pembangunan bangsa.
Bibit
Kampus adalah arena persemaian bagi para agen perubahan. Mahasiswa seharusnya mendapatkan godokan yang memadai agar dapat mengumpulkan modal sosial yang cukup terjun ke dunia praksis. Bagi lembaga pendidikan keilmuan berkelas sarjana, urusan idealisasi menjadi jauh lebih penting ketimbang persoalan teknis. Pendekatan akademiknya berbeda dengan pendekatan dunia akademi yang menyelenggarakan pendidikan diploma. Pada satuan mahasiswa sarjana, mahasiswa didaulat untuk menyiapkan koper ‘das sein-seharusnya’, bukan koper ‘das sollen-senyatanya’. Jadilah mahasiswa merupakan agen unik yang harus senantiasa peka dalam keseharian.
Jika demikian, maka tugas pengabdian masyarakat tidak hanya berada di pundak dosen, tetapi juga mahasiswa. Mengapa sebab seorang mahasiswa yang akan diwisuda menggunakan toga kebesaran ala tim hakim, jaksa, dan pengacara? Itu lantaran mahasiswa akan menjadi penentu gelindingan bola keadilan. ‘Bak perangkat pengadilan, mahasiswa yang akan diwisuda harus menjadi penegak keadilan di masyarakat kelak. Itulah sebabnya, pelatihan sebagai abdi masyarakat sudah harus diperankan oleh mahasiswa sejak masih kuliah.
Lalu bagaimana jika dosen-nya hanya terbiasa mengajar alias jarang melakukan tugas pengabdian? Tunggu dulu, jangan-jangan dosen yang bersangkutan tidak faham dengan filosofi tridarma perguruan tinggi. Atau justru dosen yang bersangkutan pada saat menjadi mahasiswa dulu merupakan salah satu dari mereka-mereka yang pasif? Jika demikian, jangan berharap mahasiswanya akan produktif jika diasuh oleh dosen yang juga tidak produktif dalam kekaryaan.
Saya acungkan jempol pada satu orang kawan saya yang sebenarnya sudah cukup umuran, namun selalu menyatakan kesadaran bahwa ia memang kurang faham dalam dunia kampus dan oleh karenanya ia tidak sungkan bertanya jika bingung dan tidak sungkan meminta nasehat pada yang muda jika ia tidak mengerti. Tapi saya sungguh sedih pada sosok pendidik yang tidak pernah menyadari kekeliruan berkala yang dia buat, dan justru menanamkan aset kebencian dan ke-rese’-an tingkat tinggi pada mereka-mereka yang terus belajar berbenah untuk memperbaiki diri.
Bibit unggul di tanam di tanah yang subur, dikelola oleh yang tidak profesional hasilnya membahayakan. Apalagi jika bibit jelek, di tanam di tanah yang jelek, dan dikelola oleh orang yang tidak profesional, maka hasilnya tidak akan hancur-hancuran. Bibit unggul harus di tanam di tanah yang subur dan dikelola oleh orang yang profesional, Insya Allah hasilnya akan mencapai summum bonum-kebaikan tertinggi ala Plato. ***
Written By :
Berikutnya, dalam sebuah seminar, saya berkesempatan diskusi dengan salah satu dosen STAIN SAS Babel. Penggalan katanya yang menarik kira-kira begini “Saya itu tidak setuju kalau seorang dosen mengajar terlalu banyak karena akan mematikan produktivitas. Dengan banyak berdiri di kelas, seorang dosen terlalu banyak mensia-siakan umurnya”.
Dua ilustrasi di atas mewakili kaum yang menekankan bahwa menjadi seorang dosen juga berarti menjadi seorang ilmuwan yang produktif menghasilkan karya ilmiah, juga berarti kontributif bagi pengembangan kualitas hidup masyarakat disekitarnya melalui serangkaian pengabdian masyarakat, selain tugas minimal untuk disebut sebagai seorang dosen, yaitu mengajar. Masalahnya, kerapkali masyarakat akademika sangat susah membedakan antara pengabdian masyarakat dengan tugas pribadi. Kerumitan masalahnya akan semakin bertambah jika tidak ada surat penunjukan dari atasan. Mispersepsi ini berdampak pada satu term: ‘kecemburuan sosial’. Sementara dosen A berasumsi membawa nama kampus, pada sisi lain dosen B justru mengatakan bahwa si A membawa misi untuk kepentingan profit pribadi.
Abdi
Suatu kali, saya terlibat perdebatan agak alot dengan salah seorang staf kampus yang menurut saya keliru menafsirkan definisi pengabdian masyarakat. Menurutnya, sebuah pekerjaan non-mengajar dikatakan sebagai pengabdian masyarakat jika dan hanya jika mendapatkan Surat Keputusan/Penunjukkan/Surat Tugas dari Dekan. Lalu saya mencontohkan surat keputusan rektor yang menunjuk saya dalam sebuah kepanitiaan untuk sebuah kegiatan kemitraan dengan lembaga pemerintahan, yang bersangkutan tetap ngotot mengatakan bahwa ini bukan tugas pengabdian, tetapi tugas pribadi karena tidak mendapatkan surat dari dekan. Padahal jelas sekali bobot pekerjaan tersebut membawa misi pengabdian kampus bagi sosialitas masyarakat dan pemerintahan, di samping juga dalam rangka membesarkan kiprah kampus.
Saya kok berpikir bahwa bagi sebagian civitas akademika, pengabdian masyarakat dilihat apakah sebuah pekerjaan dilakukan dengan imbalan atau tidak. Jika tidak memberikan keuntungan bagi yang menjalankan, maka pekerjaannya dapat didefinisikan sebagai bagian dari pengabdian, tetapi jika mendatangkan keuntungan finansial secara pribadi, maka pekerjaan tersebut bukan bagian dari pengabdian masyarakat. Padahal kata ‘abdi’ seharusnya tidak disibukkan dengan perdebatan soal fulus. Sederhananya, jika kita bekerja, konsekuensinya adalah imbalan. Yang repot, jika kita tidak bekerja, tetapi berharap imbalan, jika tidak maka berseliweranlah nuansa kecemburuan sosial. Walah-walah-walah.
Jauh sebelunya, saya sempat termehek-mehek melihat sebuah adegan langka. Seorang mahasiswa ‘aktif’ menghadap dosen yang kebetulan adalah decision maker. Si mahasiswa berkeluh kesah tentang soal aktivitas kemahasiswaan di kampusnya yang dinilai tidak produktif seraya mencontohkan kampus lain yang mahasiswanya sibuk untuk menjadi ‘agen perubahan’. Dosen tersebut dengan entengnya menjawab: ‘Deng lah, tu ukan gawe kita. Tugas kite di kampus ne hanye belajar. Dak usah mikir jauh-jauh” (Sudahlah, itukan bukan kerjaan kita. Tugas kita di kampus ini hanya belajar. Jangan mikir jauh-jauh -red). Jujur saja saya shock. Harusnya dosen yang bersangkutan menawarkan alternatif kegiatan atau malah mengajak mahasiswanya untuk berpikir bersama-sama mengenai agenda yang patut dijadikan mata kegiatan. Saya menyimpulkan bahwa dosen demikian hanya mampu menjalankan fungsi sebagai guru sekolahan yang mengajar siswa untuk tetap patuh pada peraturan normatif, tidak cocok menjadi seorang dosen bagi mahasiswa yang memfungsikan diri sebagai artikulator pembangunan bangsa.
Bibit
Kampus adalah arena persemaian bagi para agen perubahan. Mahasiswa seharusnya mendapatkan godokan yang memadai agar dapat mengumpulkan modal sosial yang cukup terjun ke dunia praksis. Bagi lembaga pendidikan keilmuan berkelas sarjana, urusan idealisasi menjadi jauh lebih penting ketimbang persoalan teknis. Pendekatan akademiknya berbeda dengan pendekatan dunia akademi yang menyelenggarakan pendidikan diploma. Pada satuan mahasiswa sarjana, mahasiswa didaulat untuk menyiapkan koper ‘das sein-seharusnya’, bukan koper ‘das sollen-senyatanya’. Jadilah mahasiswa merupakan agen unik yang harus senantiasa peka dalam keseharian.
Jika demikian, maka tugas pengabdian masyarakat tidak hanya berada di pundak dosen, tetapi juga mahasiswa. Mengapa sebab seorang mahasiswa yang akan diwisuda menggunakan toga kebesaran ala tim hakim, jaksa, dan pengacara? Itu lantaran mahasiswa akan menjadi penentu gelindingan bola keadilan. ‘Bak perangkat pengadilan, mahasiswa yang akan diwisuda harus menjadi penegak keadilan di masyarakat kelak. Itulah sebabnya, pelatihan sebagai abdi masyarakat sudah harus diperankan oleh mahasiswa sejak masih kuliah.
Lalu bagaimana jika dosen-nya hanya terbiasa mengajar alias jarang melakukan tugas pengabdian? Tunggu dulu, jangan-jangan dosen yang bersangkutan tidak faham dengan filosofi tridarma perguruan tinggi. Atau justru dosen yang bersangkutan pada saat menjadi mahasiswa dulu merupakan salah satu dari mereka-mereka yang pasif? Jika demikian, jangan berharap mahasiswanya akan produktif jika diasuh oleh dosen yang juga tidak produktif dalam kekaryaan.
Saya acungkan jempol pada satu orang kawan saya yang sebenarnya sudah cukup umuran, namun selalu menyatakan kesadaran bahwa ia memang kurang faham dalam dunia kampus dan oleh karenanya ia tidak sungkan bertanya jika bingung dan tidak sungkan meminta nasehat pada yang muda jika ia tidak mengerti. Tapi saya sungguh sedih pada sosok pendidik yang tidak pernah menyadari kekeliruan berkala yang dia buat, dan justru menanamkan aset kebencian dan ke-rese’-an tingkat tinggi pada mereka-mereka yang terus belajar berbenah untuk memperbaiki diri.
Bibit unggul di tanam di tanah yang subur, dikelola oleh yang tidak profesional hasilnya membahayakan. Apalagi jika bibit jelek, di tanam di tanah yang jelek, dan dikelola oleh orang yang tidak profesional, maka hasilnya tidak akan hancur-hancuran. Bibit unggul harus di tanam di tanah yang subur dan dikelola oleh orang yang profesional, Insya Allah hasilnya akan mencapai summum bonum-kebaikan tertinggi ala Plato. ***
Written By :
Ibrahim
Dosen Prodi Sosiologi UBB
PERAN MAHASISWA DALAM MENGEMBAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
Tri Dharma Perguruan Tinggi
A. Pendahuluan
Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan jenjang terakhir dari hirarki pendidikan formal mempunyai tiga missi yang diemban yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat atau lebih dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tiga missi yang diembankannya tersebut bukanlah missi yang ringan untuk direalisasikan. Missi pendidikan di Perguruan Tinggi merupakan proses berlangsungnya pewarisan ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya, agar dengan demikian proses alih generasi juga diikuti dengan proses alih ilmu pengetahuan dalam arti luas. Kemudian untuk menghindari stagnasi ilmu pengetahuan yang berorientasi pada tuntutan zaman, maka dalam proses berlangsungnya pewarisan ilmu pengetahuan membutuhkan pengembangan konsep atau teori ke arah konsep atau teori yang lebih baik. Usaha pengembangan teori atau konsep dilaksanakan secara sistematis dan melalui prosedur ilmiah, kegiatan ini disebut penelitian.
Usaha pewarisan dan pengembangan ilmu pengetahuan oleh perguruan tinggi harus senantiasa memiliki pijakan dan relevansi dengan kondisi masyarakat. Usaha memformulasikan peran Perguruan Tinggi dalam dinamika masyarakat inilah yang lebih dikenal dengan nama pengabdian masyarakat.
Berdasarkan missi yang diembannya maka dapat dikatakan bahwa Perguruan Tinggi mempunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga kajian dan sebagai lembaga layanan. Sebagai lembaga kajian maka Perguruan Tinggi mengembangkan ilmu sebagai proses, sedangkan perannya sebagai lembaga layanan menghasilkan ilmu sebagai produk.
Dalam posisi sebagai lembaga kajian dan lembaga layanan maka Perguruan Tinggi berfungsi sebagai konseptor, dinamisator dan evaluator pembangunan masyarakat baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Fungsi konseptor terwujud melalui produk ilmiah yang dihasilkannya. Melalui serangkaian tindakan imiah yang dilaksanakan, Perguruan Tinggi hendaknya mampu memprediksi kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan, tetapi pada saat itu juga memiliki kemampuan menyusun suatu teori atau konsep yang dibutuhkan pada masa kini.
Fungsi dinamisator secara langsung terlihat pada lulusan Perguruan Tinggi yang terdiri dari tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat berperan di dalam masyarakatnya. Sehingga tenaga-tenaga ahli tersebut dapat berperan sebagai dinamisator dalam laju pembangunan masyarakat. Banyaknya tenaga ahli lulusan Perguruan Tinggi yang terlibat dalam gerak pembangunan dimungkinkan timbulnya pemikiran-pemikiran baru, langkah-langkah inovatif yang konsepsional dan lahirnya aspirasi-aspirasi baru.
Selanjutnya fungsi evaluator dilakukan bersama-sama oleh segenap warga sivitas akademika di dalam Perguruan Tinggi, melalui penelitian terhadap berbagai dampak pembangunan. Dengan pengertian yang lebih luas maka Perguruan Tinggi hendaknya mampu bertindak sebagai pelopor pembaharuan dan modernisasi. Kemudian bersamaan dengan itu Perguruan Tinggi mampu pula bertindak sebagai agen perubahan sosial sekaligus sebagai pengawas sosial, sehingga dapat memberi warna terhadap arah laju perkembangan dan pembangunan masyarakat.
B. Upaya Meningkatkan Peran Mahasiswa
Untuk mewujudkan peran Perguruan Tinggi seperti yang diungkapkan di muka maka dalam proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi perlu dikembangkan kultur kebebasan mimbar (academic freedom culture).
Pengembangan kultur kebebasan mimbar tersebut diupayakan untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa. Dalam kehidupan Perguruan Tinggi, pemanfaatan mimbar ilmiah dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa adalah tidak terlepas dari karakter khas dan fungsi Perguruan Tinggi itu sendiri yaitu membentuk insan akademik intelektualis yang dapat mempertanggungjawabkan kualitas keilmuannya dan membentuk insan akademis yang mengabdi (sensitif/ involve) terhadap masyarakat. Jadi ada dua manfaat yang mendasar dari mimbar ilmiah, pertama untuk meningkatkan kepekaan kualitas intelektual mahasiswa, dan kedua untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat (lingkungannya).
Upaya mendasar agar aplikasi pemanfaatan mimbar ilmiah itu bisa terselenggara maka harus tercipta kultur kebebasan mimbar (academic freedom culture) yang didukung oleh semua komponen Perguruan Tinggi. Kultur kebebasan mimbar bisa terwujud jika didukung adanya kebebasan belajar (freedom to learn) dan kebebasan berkomunikasi (freedom to communication). Kedua kebebasan ini merupakan sisi dari kebebasan mimbar dan merupakan upaya yang tepat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa.
Freedom To Learn
Oleh karena implikasi Perguruan Tinggi tidak terlepas dari pengabdian masyarakat, maka kebebasan belajar (freedom to learn) harus diartikan secara luas, yaitu tidak hanya terbatas pada dinding-dinding kampus, akan tetapi juga kebebasan untuk mempelajari persoalan-persoalan yang ada di luar dinding-dinding kampus (masalah riil dalam masyarakat). Dan kebebasan untuk mempelajari masalah riil dalam masyarakat ini adalah fokus yang terlebih penting dalam mencetak mahasiswa yang betul-betul berurusan dengan masyarakatnya.
Adanya kebebasan belajar yang berimplikasi sosial (masyarakat), dilihat dari pengembangan intelektual adalah sangat menguntungkan. Hal ini dikarenakan ramuan ilmu yang dikonsumir oleh mahasiswa sebagian dari dunia luar yang kondisinya lain dengan apa yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sebagai konsekwensinya apabila konsep-konsep serta teori yang datang dari luar tersebut mau digunakan untuk memecahkan problem-problem kemasyarakatan Indonesia maka memerlukan modifikasi dan penyesuaian seperlunya.
Dengan demikian mahasiswa dalam pengembangan intelektualnya tidak bisa berpaling dari masalah kemasyarakatan. Dan apabila keterlibatan mahasiswa dalam memahami masalah kemasyarakatan tidak dikembangkan maka ilmu-ilmu yang diterima di bangku kuliah akan menjadi pisau analisa yang tumpul. Alasan ini ditunjang oleh GBHN bahwa usaha pembinaan mahasiswa diarahkan agar berjiwa penuh pengabdian sera memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara, sehingga bermanfaat bagi usaha-usaha nasional dan pembangunan daerah.
Freedom To Communication
Setelah adanya kebebasan belajar (freedom to learn) sebagai langkah awal dari cara mempelajari persoalan-persoalan yang ada di lingkungan kampus dan masyarakat, maka untuk lebih meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam memperluas cakrawalan pemikiran dan penalaran, menumbuhkan sikap dinamis, kritis, terbuka dan mempunyai kemampuan untuk memilih alternatif terbaik diperlukan terciptanya cultur kebebasan berkomunikasi (freedom to communication).
Kebebasan berkomunikasi yang baik adalah adanya peluang mahasiswa untuk berpendapat, bertanya, berhak untuk melontarkan gagasan ilmiah secara obyektif serta kebebasan untuk penyebaran ilmu pengetahuan dan publikasi hasil-hasil penelitian kepada seluruh komponen Perguruan Tinggi dan terhadap lingkungan masyarakatnya.
Dalam rangka terwujudnya kebebasan berkomunikasi ini, maka perlu adanya hubungan kerjasama antara mahasiswa dengan komponen-komponen di lingkungan Perguruan Tinggi untuk mengadakan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, Pers, dan sebagainya. Sebab menciptakan kultur kebebasan mimbar ilmiah adalah merupakan tanggung jawab seluruh sivitas akademika Perguruan Tinggi.
Barangkali dengan pengertian freedom to learn dan freedom to communication tersebut mimbar ilmiah benar-benar dapat bermanfaat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa untuk mewujudkan peran Tri Dharma Perguruan Tinggi.
PERAN MAHASISWA DALAM MENGEMBAN
TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
C. Pendahuluan
Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan jenjang terakhir dari hirarki pendidikan formal mempunyai tiga missi yang diemban yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat atau lebih dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tiga missi yang diembankannya tersebut bukanlah missi yang ringan untuk direalisasikan. Missi pendidikan di Perguruan Tinggi merupakan proses berlangsungnya pewarisan ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya, agar dengan demikian proses alih generasi juga diikuti dengan proses alih ilmu pengetahuan dalam arti luas. Kemudian untuk menghindari stagnasi ilmu pengetahuan yang berorientasi pada tuntutan zaman, maka dalam proses berlangsungnya pewarisan ilmu pengetahuan membutuhkan pengembangan konsep atau teori ke arah konsep atau teori yang lebih baik. Usaha pengembangan teori atau konsep dilaksanakan secara sistematis dan melalui prosedur ilmiah, kegiatan ini disebut penelitian.
Usaha pewarisan dan pengembangan ilmu pengetahuan oleh perguruan tinggi harus senantiasa memiliki pijakan dan relevansi dengan kondisi masyarakat. Usaha memformulasikan peran Perguruan Tinggi dalam dinamika masyarakat inilah yang lebih dikenal dengan nama pengabdian masyarakat.
Berdasarkan missi yang diembannya maka dapat dikatakan bahwa Perguruan Tinggi mempunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga kajian dan sebagai lembaga layanan. Sebagai lembaga kajian maka Perguruan Tinggi mengembangkan ilmu sebagai proses, sedangkan perannya sebagai lembaga layanan menghasilkan ilmu sebagai produk.
Dalam posisi sebagai lembaga kajian dan lembaga layanan maka Perguruan Tinggi berfungsi sebagai konseptor, dinamisator dan evaluator pembangunan masyarakat baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Fungsi konseptor terwujud melalui produk ilmiah yang dihasilkannya. Melalui serangkaian tindakan imiah yang dilaksanakan, Perguruan Tinggi hendaknya mampu memprediksi kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan, tetapi pada saat itu juga memiliki kemampuan menyusun suatu teori atau konsep yang dibutuhkan pada masa kini.
Fungsi dinamisator secara langsung terlihat pada lulusan Perguruan Tinggi yang terdiri dari tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat berperan di dalam masyarakatnya. Sehingga tenaga-tenaga ahli tersebut dapat berperan sebagai dinamisator dalam laju pembangunan masyarakat. Banyaknya tenaga ahli lulusan Perguruan Tinggi yang terlibat dalam gerak pembangunan dimungkinkan timbulnya pemikiran-pemikiran baru, langkah-langkah inovatif yang konsepsional dan lahirnya aspirasi-aspirasi baru.
Selanjutnya fungsi evaluator dilakukan bersama-sama oleh segenap warga sivitas akademika di dalam Perguruan Tinggi, melalui penelitian terhadap berbagai dampak pembangunan. Dengan pengertian yang lebih luas maka Perguruan Tinggi hendaknya mampu bertindak sebagai pelopor pembaharuan dan modernisasi. Kemudian bersamaan dengan itu Perguruan Tinggi mampu pula bertindak sebagai agen perubahan sosial sekaligus sebagai pengawas sosial, sehingga dapat memberi warna terhadap arah laju perkembangan dan pembangunan masyarakat.
D. Upaya Meningkatkan Peran Mahasiswa
Untuk mewujudkan peran Perguruan Tinggi seperti yang diungkapkan di muka maka dalam proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi perlu dikembangkan kultur kebebasan mimbar (academic freedom culture).
Pengembangan kultur kebebasan mimbar tersebut diupayakan untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa. Dalam kehidupan Perguruan Tinggi, pemanfaatan mimbar ilmiah dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa adalah tidak terlepas dari karakter khas dan fungsi Perguruan Tinggi itu sendiri yaitu membentuk insan akademik intelektualis yang dapat mempertanggungjawabkan kualitas keilmuannya dan membentuk insan akademis yang mengabdi (sensitif/ involve) terhadap masyarakat. Jadi ada dua manfaat yang mendasar dari mimbar ilmiah, pertama untuk meningkatkan kepekaan kualitas intelektual mahasiswa, dan kedua untuk meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat (lingkungannya).
Upaya mendasar agar aplikasi pemanfaatan mimbar ilmiah itu bisa terselenggara maka harus tercipta kultur kebebasan mimbar (academic freedom culture) yang didukung oleh semua komponen Perguruan Tinggi. Kultur kebebasan mimbar bisa terwujud jika didukung adanya kebebasan belajar (freedom to learn) dan kebebasan berkomunikasi (freedom to communication). Kedua kebebasan ini merupakan sisi dari kebebasan mimbar dan merupakan upaya yang tepat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa.
Freedom To Learn
Oleh karena implikasi Perguruan Tinggi tidak terlepas dari pengabdian masyarakat, maka kebebasan belajar (freedom to learn) harus diartikan secara luas, yaitu tidak hanya terbatas pada dinding-dinding kampus, akan tetapi juga kebebasan untuk mempelajari persoalan-persoalan yang ada di luar dinding-dinding kampus (masalah riil dalam masyarakat). Dan kebebasan untuk mempelajari masalah riil dalam masyarakat ini adalah fokus yang terlebih penting dalam mencetak mahasiswa yang betul-betul berurusan dengan masyarakatnya.
Adanya kebebasan belajar yang berimplikasi sosial (masyarakat), dilihat dari pengembangan intelektual adalah sangat menguntungkan. Hal ini dikarenakan ramuan ilmu yang dikonsumir oleh mahasiswa sebagian dari dunia luar yang kondisinya lain dengan apa yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sebagai konsekwensinya apabila konsep-konsep serta teori yang datang dari luar tersebut mau digunakan untuk memecahkan problem-problem kemasyarakatan Indonesia maka memerlukan modifikasi dan penyesuaian seperlunya.
Dengan demikian mahasiswa dalam pengembangan intelektualnya tidak bisa berpaling dari masalah kemasyarakatan. Dan apabila keterlibatan mahasiswa dalam memahami masalah kemasyarakatan tidak dikembangkan maka ilmu-ilmu yang diterima di bangku kuliah akan menjadi pisau analisa yang tumpul. Alasan ini ditunjang oleh GBHN bahwa usaha pembinaan mahasiswa diarahkan agar berjiwa penuh pengabdian sera memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara, sehingga bermanfaat bagi usaha-usaha nasional dan pembangunan daerah.
Freedom To Communication
Setelah adanya kebebasan belajar (freedom to learn) sebagai langkah awal dari cara mempelajari persoalan-persoalan yang ada di lingkungan kampus dan masyarakat, maka untuk lebih meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam memperluas cakrawalan pemikiran dan penalaran, menumbuhkan sikap dinamis, kritis, terbuka dan mempunyai kemampuan untuk memilih alternatif terbaik diperlukan terciptanya cultur kebebasan berkomunikasi (freedom to communication).
Kebebasan berkomunikasi yang baik adalah adanya peluang mahasiswa untuk berpendapat, bertanya, berhak untuk melontarkan gagasan ilmiah secara obyektif serta kebebasan untuk penyebaran ilmu pengetahuan dan publikasi hasil-hasil penelitian kepada seluruh komponen Perguruan Tinggi dan terhadap lingkungan masyarakatnya.
Dalam rangka terwujudnya kebebasan berkomunikasi ini, maka perlu adanya hubungan kerjasama antara mahasiswa dengan komponen-komponen di lingkungan Perguruan Tinggi untuk mengadakan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, Pers, dan sebagainya. Sebab menciptakan kultur kebebasan mimbar ilmiah adalah merupakan tanggung jawab seluruh sivitas akademika Perguruan Tinggi.
Barangkali dengan pengertian freedom to learn dan freedom to communication tersebut mimbar ilmiah benar-benar dapat bermanfaat dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa untuk mewujudkan peran Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Langganan:
Postingan (Atom)